Melanjutkan cerita di part 1, sekarang kita mulai perjalanan sebenarnya.
In the end, you won’t remember the time you spent working in the office or mowing your lawn. Climb that goddamn mountain. (Jack Kerouac)
Buat yang males baca part 1 nya, isinya emang banyakan curhat ga penting sih. hehe.. Jadi saya bersama nyonya, mbak Rinai (kakaknya nyonya), dan mas Andi (temennya mbak Rinai) ikut open trip pendakian gunung gede dari Wisata Gunung. Sesuai judulnya, dari ketiga jalur pendakian gede (cibodas, gunung putri, dan salabintana), jalur yang akan ditempuh adalah jalur gunung putri. Di akhir part 1 saya ceritakan kami sudah berada di rumah istirahat di gunung putri dan bersiap untuk memulai pendakian. Bagaimana cerita selengkapnya, simak ceritanya sampe abis ya
06.00 - Base Camp Gn. Putri
di basecamp, masih seger semua |
Jam 06.00 kami bersama-sama beranjak dari rumah istirahat menuju base camp gunung putri. Kami menunggu beberapa lama di sekitar base camp sementara bang Sapta mengurus perizinan. Simaksi (surat izin masuk kawasan konservasi), yaitu tiket agar kami diperbolehkan masuk wilayah taman nasional, sudah diurus sebelum pendakian, jadi sebenarnya sekarang tinggal lapor saja. Tapi tetep aja lama, lha wong yang ngantri mau ndaki juga banyak.
Tepat jam 06.30 kami start jalan dari base camp gunung putri. Karakter jalur gunung putri adalah tanjakan tiada henti dengan pepohonan rimbun. Sejak dari base camp kami sudah disuguhi jalan menanjak yang ga ada habisnya. Sangat amat jarang ditemui bonus atau jalan datar. Baru beberapa meter jalan, napas udah mulai ngos-ngos an. hehehe Ditambah lagi karena kami mulai ndaki udah agak terang, jadi banyak pendaki lain juga. Perjalanan pun tersendat karena harus antri. Kalo pengen istirahat ya harus cari tempat yang agak lapang supaya temen di belakang bisa jalan duluan. Tapi pemandangan di sini masih lumayan bagus. Kita bisa melihat sawah dan perkebunan warga, juga bukit yang menjulang di depan (mungkin itu yang namanya gunung putri kali ya? #ngasal).
Menurut petunjuk, jarak tempuh dari base camp gunung putri sampai puncak gede total sejauh 8.5 km. Normalnya, waktu tempuh sekitar 5-6 jam, tergantung kondisi fisik masing-masing. Berapa lama saya dan nyonya jalan? Baca terus sampe bawah ya
Kurang latihan fisik sebelum ndaki mulai kerasa akibatnya. Belum lama kami jalan, nafas udah tersengal. Nyonya juga mulai sakit perut karena kebetulan lagi dapet. Saya dan nyonya yang awalnya jalan di bagian depan rombongan, mulai sering istirahat dan disalip teman-teman lain. Sampai akhirnya, dibelakang kami tinggal tiga orang, si Steffy, Meli, dan bang Sapta sebagai sweeper. Awalnya kami berlima masih bisa mengikuti rombongan. Walaupun tertinggal, kami ditunggu dan setelah berhasil menyusul, rombongan jalan lagi. Tapi lama kelamaan, mungkin karena gap-nya sudah terlalu jauh, teman-teman di depan ga kesusul-susul. Ya sudahlah, berjalan semampunya saja
08.22 - Pos 1: Legok Leunca
Pos 1: Legok Leunca |
Butuh sekitar dua jam buat saya dan nyonya untuk sampe ke pos 1, legok leunca. Sebenarnya sepanjang perjalanan dari base camp ke pos 1 ada banyak bangunan yang kami pikir pos, tapi ternyata cuma pos bayangan. Pos 1 ini pun juga sekedar bangunan tua rusak di tempat agak lapang. Karena di sini rame pendaki yang istirahat, kami tidak lama beristirahat disini dan kembali melanjutkan perjalanan.
Selepas pos 1, jarak ke pos 2 sekitar dua kilo-an. Lumayan jauh jika dibandingkan jarak dari base camp ke pos 1 yang cuma 0.8 Km.
Di perjalanan, kami sempat berpapasan dengan rombongan pendaki dimana salah satu diantara mereka terlihat terbaring tidak sadarkan diri dan sedang diberi penanganan CPR. Kami tidak punya pikiran apa-apa waktu itu, mungkin kelelahan, kami hanya berdoa semoga kondisinya lekas membaik. Baru setelah turun, kami mendengar kabar bahwa beliau pada akhirnya meninggal. Innalillahi wa inna Ilaihi raji’uun. Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.
10.35 - Pos 2: Buntut Lutung
“Somewhere between the bottom of the climb and the summit is the answer to the mystery why we climb.” - Greg Child
Walaupun kepayahan, kami terus berjalan riang gembira. Saya tipe pendaki yang paling payah, jalannya pelan dan dikit-dikit istirahat. Sementara nyonya jalannya cepet. Beruntung nyonya sabar mengingatkan dan menyemangati. Maturnuwun sayang
Dua jam kemudian baru kami sampai di pos kedua, buntut lutung. Kami beristirahat di suatu bangunan pos setelah sebelumnya menyapa kelompok pendaki lain yang sudah berada duluan di sini. Alhamdulillahnya, kami diberi segelas teh manis anget oleh mas-mas anggota kelompok pendaki tadi. Terima kasih banyak mas buat teh nya Selain itu, kami juga makan buah pir yang disimpan di carrier. Lumayan untuk tenaga beberapa ratus meter ke depan.Ga lama, Meli muncul dan disusul juga Steffy. Teh tadi saya kasih mereka. Kami yang sudah cukup istirahat pun pamit jalan duluan. Dari sini hari sudah beranjak siang. Udara siang dipadu dengan hawa sejuk hutan pegunungan menimbulkan sensasi kantuk luar biasa. Saya pun sering meminta waktu istirahat ke nyonya untuk sekedar merebahkan carrier dan memejamkan mata sampe nyonya pun sebel dibuatnya. Hehe
14.00 - Pos 3: Simpang Maleber
Ga tau sih bisa disebut pos atau enggak, sekitar jam dua kami sampai di sebuah tanah lapang dengan tulisan “Simpang Maleber” terbuat dari kertas HVS yang dilaminating. Belakangan kami baru tau kalo pos-pos di gunung putri ga punya papan khusus, ya cuman begitu aja bentuknya.
Dari simpang maleber, langkah kaki dan nafas mulai berat. Mungkin karena oksigen yang juga sudah mulai tipis. Saya sering merasa pusing, sakit perut nyonya juga beberapa kali kambuh. Sempat beberapa kali terlontar kata-kata menyerah. Walaupun demikian, kami saling menyemangati.
Semangat sayang |
Hari sudah semakin siang, perut mulai terasa lapar. Kami pun berhenti di pinggir jalur dan membuka carrier untuk mengambil bekal makan siang yang sudah kami siapkan. Tadi pagi kami membungkus makanan di warung dekat rumah istirahat di gunung putri. Nasi putih dengan telur yang kami kira telur asin, yang ternyata telur bebek rebus Ga lama, meli dan steffy nyusul. Mereka juga membuka perbekalan. Setelah kami rasa cukup makannya, saya dan nyonya pamit jalan duluan.
Makin ke atas trek yang harus dilalui makin curam. Saya makin sering minta istirahat ke nyonya. Meli dan steffy juga menyusul kami, di belakangnya ada bang sapta. Akhirnya kami berlima nanjak bareng. Inget banget di suatu titik bang Sapta bilang “itu depan tanjakan terakhir”, “10 menit lagi kok, seriuus”… Supaya kami tetep semangat nanjak.. Beneran sih tanjakan terakhir, tapi tanjakan terakhir yang panjaaaang banget.. Hahaha..
Sampai di ujung tanjakan terakhir tadi, jalannya udah mulai agak landai. Ga lama keliatan di depan ada kang Amir. Woaah.. lega banget rasanya pas dia bilang di depan udah Surya Kencana. Kami makin semangat jalan.. Hap hap hap.. Akhirnya kami bisa melihat hamparan padang rumput luas di depan mata.. Alhamdulillah Surya Kencana
15.00 - Surya Kencana Timur
Kami tiba di bagian timur dari Surya Kencana. Berangkat dari gunung putri jam 06.30, jam 15.00 kami baru sampai surya kencana, artinya kami menghabiskan waktu hampir 9 jam, atau sekitar 3 jam lebih lama dari pendakian normal yang butuh waktu sekitar 5-6 jam Di surken timur ini banyak pendaki yang tidur-tiduran di rumput, mungkin mereka juga baru sampai seperti kami. Selain itu, ada banyak juga orang yang berjualan pop mie dan kopi dengan menggelar terpal beratap ponco.
Sore di Surya Kencana |
Dari surken timur kami langsung berjalan ke arah barat menuju surken barat tempat perkemahan kami. Pemandangan sepanjang perjalanan ini sungguh indah. Padang rumput dan bunga edelweis terhampar seluas mata memandang. Saya dan nyonya berjalan bersama bang Sapta. Kami banyak bertukar cerita dengan bang Sapta. Sebagai guide pendakian, dia punya segudang cerita, mulai dari cerita dia tentang banyaknya tempat-tempat oke yang belum banyak diketahui orang di daerah Lembang Bandung sampai cerita tentang salah satu peserta pendakian Wisata Gunung dulu yang masih erat silaturahminya sampai-sampai ia katanya mengunjungi satu per satu kediaman teman pendakiannya. Sambil bercerita panjang lebar, ga kerasa akhirnya kami sampai di camping ground kami di surken barat.
15.30 - Camping Ground Surya Kencana Barat
Sampai di camping ground, terlihat bang Bocil ditemani mbak Rinai dan Au sedang masak, sementara temen-temen yang cowok lagi di dalem tenda. Ada dua tenda perempuan, empat tenda cowok, dan satu tenda guide. Nyonya satu tenda dengan mbak Rinai dan Au, sementara saya masih melihat-lihat ke tenda cowok mencari yang mana yang mau setenda dengan saya. Tenda pertama yang saya datangi bilang udah penuh (padahal tendanya kapasitas 4 yg masih diisi 3 orang ). Di tenda kedua saya disambut hangat, akhirnya saya masuk. Di dalam sudah ada bang Icha, bang Ridwan, dan bang Fallah. Ber ramah tamah sebentar dan menata carrier, saya kemudian istirahat sejenak.
Sekitar pukul 5 saya keluar tenda, setelah sholat Ashar dan jamak ta’khir dzuhur, saya mencari nyonya, mau ngajak maem dan menikmati sore di surya kencana. Kebetulan temen-temen lagi pada makan. Di tenda ga ada, saya coba nyari ke arah surya kencana. Dan bener, nyonya udah ke surya kencana duluan. huuu.. Si nyonya yang sedang malas makan bersama yang lain ngajakin makan pop mie di warung kecil di dekat tenda. Harga pop mie disini satunya 15 ribu. Saya juga nyemil beberapa pia yang dijual 2 ribuan. Selesai makan, kami berjalan ke arah padang surya kencana.
Hi, cantik |
“Climb the mountains and get their good tidings. Nature’s peace will flow into you as sunshine flows into trees. The winds will blow their own freshness into you, and the storms their energy, while cares will drop away from you like the leaves of Autumn.” - John Muir
Menikmati sore di surya kencana bersama nyonya sungguh menenangkan hati. Udara dingin, angin sepoi-sepoi, ditambah pemandangan cantik padang rumput dan bunga edelweiss di bawah langit sore bikin kita pengen berlama-lama berada di sana.
Dan menjelang maghrib kami baru bergegas kembali ke camp…
Kegiatan malam di camp hanya diisi dengan briefing kecil mengenai rencana keesokan harinya yang dipimpin bang Sapta. Ada dua skenario yang dibahas. Pertama, pagi mengejar sunrise di puncak, barang-barang ditinggal saja di camp, lalu turun kembali via gunung putri. Kedua, tidak mengejar sunrise, hanya summit saja, sambil membawa barang-barang dan turun lewat jalur cibodas. Mempertimbangkan kondisi tim yang dirasa masih mampu, akhirnya tim sepakat untuk memilih skenario kedua.
06.30 - Keesokan Harinya
Saat saya bangun, matahari sudah mulai meninggi. Ga ada niatan ngejar sunrise juga sih. Hehe Pagi-pagi kang Amir sudah menyiapkan air panas untuk menyeduh teh dan kopi. Saya meminjam gelas dan menyeruput energen. Hmmmm.. Energen hangat di udara dingin itu enaknya berkali-kali lipat deh Kang Amir juga mulai bersiap untuk masak sarapan. Menunya nasi goreng, tempe goreng, sosis goreng dan omelette mie. Kang Amir ini oke banget dalam urusan masak-memasak. Ga perlu pake rice cooker atau dandang nasi untuk masak nasi yang sempurna pulennya. Kang Amir cuma butuh kompor sama nesting. Masakan lauknya juga enak. Two thumbs up deh Sementara kang Amir masak sarapan, yang cewek mengolesi roti dengan selai untuk bekal makan di puncak nanti.
Setelah masakan matang, saya mengambil secukupnya untuk makan bersama nyonya. Saya ajak nyonya menikmati sarapan pagi di alun-alun surya kencana.
Pagi di Surya Kencana |
Selesai makan, kami mulai berkemas untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Gede. Ga lupa kami membawa sampah-sampah kami. Beberapa dari kami, termasuk saya dan nyonya masing-masing membawa satu trashbag berisi sampah yang diikatkan ke carrier.
Jangan ambil apapun kecuali gambar, jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, jangan bunuh apapun kecuali waktu. (bang Bocil nambahin, jangan bakar apapun kecuali semangat )
09.30 - Alun-Alun Surya Kencana
Hari sudah semakin siang ketika kami memulai perjalanan lagi menuju puncak Gede. Normalnya butuh waktu 45 menit saja dari surya kencana untuk mencapai puncak. Treknya masih didominasi tanjakan curam. Kami yang sudah terbiasa dengan trek seperti ini seharian kemarin, tidak terlalu kaget lagi. Kali ini saya dan nyonya tidak berada di belakang seperti kemarin, kami masih cukup fit untuk berada di tengah rombongan.
Makin ke atas, tanjakan makin ekstrim, belum sampe dengkul ketemu jidat sih. Ketika vegetasi sudah mulai rendah dan jarang, kami tahu bahwa puncak tak lama lagi. Dan akhirnyaa… Kami benar-benar sampai puncak. Alhamdulillaaah..
10.30 Puncak Gede
It’s not the mountain we conquer but ourselves - Edmund Hillary
Tepat jam 10.30 kami baru sampai puncak. Yaa, ga beda jauh lah sama waktu normal 45 menit.. hehe.. Di puncak kang Amir dan beberapa temen cowok udah nggelar kompor dan menyeduh kopi. Kayaknya kang Amir ini ga bisa banget berhenti tanpa ngopi.. Suasana puncak sudah rame pendaki. Rame banget.. sampe susah nyari jalan Emang sih pas kami sampe udah siang banget..
Kami punya waktu satu jam sampai jam 11.30 di puncak untuk enjoy view-nya puncak dan foto-foto. Dari sini, kita bisa melihat alun-alun surya kencana di bawah sana. Agak ga percaya juga kita masih di bawah sejam yang lalu.. Dan dari bawah itu keliatan jauh banget.. Alhamdulillah ya Rabb Engkau memberi kami kekuatan untuk sampai di sini
11.30 - Puncak, Turun menuju Kandang Badak
“You cannot stay on the summit forever; you have to come down again. So why bother in the first place ? Just this: What is above knows what is below, but what is below does not know what is above. One climbs, one sees. One descends, one sees no longer, but one has seen. There is an art of conducting oneself in the lower regions by the memory of what one saw higher up. When one can no longer see, one can at least still know.” - Rene Daumal
Puas berfoto-foto, kami pun turun dengan menyusuri jalur ke arah kiri dari pintu keluar surya kencana tadi. Sayang sekali pemandangan kanan-kiri tertutup kabut sehingga kami tidak bisa melihat kawah gunung Gede. Baru saja memasuki kawasan vegetasi selepas puncak, saya jadi bersyukur kami kemarin nanjak via gunung putri, karena trek summit cibodas ini ekstrim nya bukan main. Kebayang kalo nanjak sudah pasti dengkul ketemu jidat tuh. Jalur summit disini banyak cabangnya walaupun muaranya sama. Oleh bang Sapta, kami diarahkan ke sisi kanan untuk menghindari tanjakan setan karena menurutnya agak beresiko jika turun lewat tanjakan setan.
Di tengah perjalanan menuju kandang badak, langit mulai gerimis. Awalnya kami pikir itu cuma kabut. Tapi lama kelamaan makin deras dan kami memutuskan untuk memakai ponco. Berjalan di tengah guyuran hujan walaupun sudah memakai ponco, kita masih bisa dibuat basah. Yang terpenting, baju jangan sampai basah kuyup dan usahakan kepala dan rambut tetap kering agar tidak pusing.
13.15 - Kandang Badak
Kurang lebih dua jam turun dari puncak, kami sampai di kandang badak. Saat di camping ground surya kencana kemarin, saya berpikir disana saja ramenya minta ampun, apalagi di kandang badak ya. Bener aja, disini tenda-tenda terlihat lebih banyak dan padat. Mungkin karena tempatnya yang lebih kecil yah..
Tidak berlama-lama di kandang badak, kami melanjutkan perjalanan kembali.
Dari kandang badak menuju kandang batu, kita sudah bisa menemui trek tangga berbatu. Berjalan di tangga batu seperti ini saya pikir malah bikin kaki makin pegel sih. Lebih enak jalan di trek tanah. Kalo menurut bang Sapta, itu karena tekstur tanah yang lebih lunak sehingga ketika kita menapak, hentakan dari kaki kita agak diredam, berbeda jika kita menapak di jalan batu, beban hentakan dari kaki langsung terasa.
14.00 - Kandang Batu
Ketika kami bertemu dengan sungai, disitulah tandanya kami sudah dekat dengan kandang batu. Bang sapta bilang kalo kang Amir sudah menunggu dan menyiapkan makan siang di dekat air panas yang lokasinya berdekatan dengan kandang batu. Benar saja, tidak lama kami sampai di kandang batu dan berjalan sedikit, kami bertemu dengan kang Amir dan kawan-kawan yang sudah menggelar kompor di tempat yang agak lapang. Saya jadi keinget kalo tempat ini adalah tempat saya bersama teman-teman sahabat rimba bermalam saat nanjak gede lewat jalur cibodas tahun 2011 dulu.
Makan siang di Kandang Batu |
Menu makan siang kami adalah nasi sarden dan tempe goreng. Saya yang kurang suka dengan sarden, minta nyonya yang ngabisin. Sebagai pengganti lauk saya mengambil snack ikan asin. Saya menggelar ponco di tanah, kemudian saya, nyonya, dan temen-temen cewek makan bersama beralaskan ponco.
Selesai makan, sekitar jam 14.30 kami start jalan dari kandang batu. Tidak lama kami sampai di air panas. Melewati air panas kita harus ekstra hati-hati karena kita akan berjalan melewati sungai air panas dengan menapaki batu-batu sungai. Berpegangan erat ke tali pengaman dan jangan sampai terpeleset karena kiri kita langsung jurang. Sangat disarankan untuk memakai sepatu karena kaki kita pasti akan terkena panasnya air. Saya dan nyonya agak kesusahan melewati air panas ini karena kami berdua sejak dari surya kencana memutuskan memakai sandal gunung, menggantikan sepatu nyonya yang sol nya tipis dan berbahaya dipakai turun. Melewati air panas juga saya harus melepas kacamata karena begitu terkena uapnya, kacamata saya langsung buram.
Selepas dari air panas, perjalanan panjang menanti di depan.. Treknya masih berupa tangga berbatu. Saya dan nyonya sudah mulai kepayahan disini. Dan style turun kami yang berbeda sempat membuat kami bertengkar kecil. Gaya jalan nyonya itu harus cepat tapi kemudian istirahat, sedangkan saya bisa berlama-lama jalan turun, tapi pelan-pelan. Walaupun demikian, kami berusaha mengimbangi satu sama lain. Kami tidak lagi bisa mempertahankan posisi tengah rombongan dan terlempar kembali ke belakang.
Sepanjang jalan dari air panas menuju pos berikutnya, panyangcangan, kita bisa menjumpai banyak shelter peristirahatan. Bangunannya terlihat baru, tidak seperti pos-pos di jalur gunung putri.
16.30 - Panyangcangan
Kami berdua sangat lega ketika sampai di pos panyangcangan. Ya, karena setelah dari panyangcangan ini sedikit lagi kami sampai cibodas. Kami memutuskan untuk tidak berhenti lama di panyangcangan karena sebelumnya kami sudah sering berhenti dan juga kami ingin start lebih awal dari rombongan, toh juga kan nanti pasti tersusul. Dari panyangcangan ini nyonya makin kepayahan. Jalannya sempoyongan, dan di jembatan kayu di atas rawa tidak lama setelah kami meninggalkan panyangcangan, nyonya sempat terjatuh. Nyonya mengeluhkan kakinya sakit. Setelah dilihat ternyata memang ada lecet. Saya terus berusaha menyemangati nyonya dan menemani sepanjang perjalanan, bilang kalo telaga biru dan cibodas sudah dekat.
16.45 - Telaga Biru
Lima belas menit kemudian kami sampai di telaga biru. Di bangunan pos yang ada di telaga biru, kami dan rombongan kemudian berhenti untuk shalat ashar dan jamak dzuhur. Untuk wudhu, saya berniat untuk mengambil di aliran air kecil di pinggir jalur, tapi ternyata aliran air tersebut sudah kering. Kalo kata bang Sapta, karena alirannya banyak dialihkan di atas sana. Saya pun memutuskan untuk berjalan sedikit jauh ke arah atas untuk mengambil air wudhu di jalur air yang masih deras, sementara teman-teman mengambil wudhu di telaga biru. Si Au juga kabarnya mengisi botol air disitu.
Selesai shalat, sekitar jam 17.15 kami melanjutkan perjalanan. Saya dan nyonya lagi-lagi tertinggal di belakang rombongan. Untungnya di belakang masih ada kang Amir dan kang Ivan yang menemani. Nyonya sudah benar-benar kesulitan untuk berjalan waktu itu. Saya tawari untuk membawakan tasnya tapi nyonya menolak. Sampai ketika nyonya ga sanggup lagi menahan sakit di kakinya, kami meminta tolong kang Amir untuk membantu membawakan tas nyonya karena nyonya tidak mau saya yang membawanya. Terima kasih kang Amiir
Perjalanan menuju cibodas ini terasa sangat amat lama. Hari makin gelap sementara kami belum sampai-sampai. Headlamp yang kami bawa tidak begitu terang, kemudian kang Ivan menawarkan headlamp miliknya. Terima kasih kang Ivan. Saya dan nyonya berjalan, sesekali berlari agar sakit di kaki nyonya tidak terlalu terasa. Kami berpegangan tangan erat, saling menyemangati, meyakinkan kalo kami bisa sampai cibodas.
18.30 - Base Camp Cibodas
Hari sudah gelap ketika kami sampai di cibodas. Tapi suasana di cibodas sudah ramai pendaki. Saya dan nyonya mencari rombongan kami. Setelah bertemu dengan yang lain, kami duduk dan beristirahat. Nyonya membuka kaos kaki dan terlihat lukanya sudah membengkak. Kami curiga itu disebabkan sendal yang nyonya pakai masih baru jadi belum lentur. Bang Andi berbaik hati meminjamkan sandalnya untuk dipakai nyonya. Agak kegedean tapi masih bisa dipake buat jalan dan yang penting lebih nyaman dibanding sandal sebelumnya.
Dari base camp cibodas, kami masih harus berjalan lumayan jauh ke tempat istirahat kami di warung Mang Idi yang berada di terminal cibodas. Sesampainya di warung mang idi, terlihat teman-teman lain sudah berkumpul dan ngobrol-ngobrol. Mereka mengingatkan untuk memesan makanan/minuman disini karena yang antri banyak. Saya dan nyonya belum tertarik makan, saya juga hanya memesan segelas es jeruk untuk menyegarkan tenggorokan, karena selain melepas haus, es jeruk juga ampuh buat saya mengembalikan tenaga. Di sini kita juga bisa ganti baju dan mandi (kalo mau, saya sih enggak. hehe). Di belakang, disediakan tempat istirahat, lengkap dengan kasur bantal serta selimut jika ingin bermalam. Tapi kami yang tidak berencana menginap hanya beristirahat di depan saja.
Pulang ke Jakarta
Dari warung mang Idi, setelah berpamitan dengan mang Idi nya sendiri, kami naik angkot yang telah di-_carter_ untuk mengantarkan kami menuju pertigaan cibodas. Di cibodas ini kami berpisah bang Ridwan, bang Fallah, dan Au yang pulang ke sukabumi. Dari pertigaan cibodas, kami ke kampung rambutan dengan menumpang bus ekonomi. Berbeda dengan ketika kami berangkat, bus yang kami naiki saat pulang ini tidak ber-AC dan lebih kotor. Maklum sih ini kan bus ekonomi
Saat perjalanan di bus saya susah tidur, sementara nyonya belum lama bus jalan, dia udah tidur pules. Sampai di kampung rambutan sekitar jam 11 malam, kami lalu berpisah dengan rombongan lainnya. Nyonya, mbak Rinai, dan Meli naik taksi ke arah salemba. Saya juga naik taksi ke arah cibinong. Alhamdulillah kami sampai di kediaman masing-masing dengan selamat tanpa kurang satu apapun.
Sampai sekarang, kami masih menjalin komunikasi via grup whatsapp. Semoga suatu saat kita bisa ngetrip bareng lagi ya, kawan..
Puncak cuma bonus, tujuan utama kita mendaki adalah bisa kembali ke rumah dengan selamat
Yak, itulah sedikit share dari kami berdua tentang pengalaman ikut open trip pendakian gunung gede bersama wisata gunung. Terima kasih sudah membaca. Mohon maaf kalo ada salah kata. Dan semoga bisa bermanfaat buat temen-temen semua.
Let’s get going!
0 comments:
Post a Comment